Nikah Siri Dalam Pandangan Ulama
Istilah nikah siri
atau nikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan ulama.
Hanya saja nikah siri di kenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya
dengan nikah siri dapat saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri
yaitu nikah yang sesuai dengan rukun-rukun nikah dan syaratnya menurut
syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya nikah
tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan
sendirinya tidak ada walimah al-‘Ursy.
Menurut terminologi fikih Maliki, nikah siri ialah:
“Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jamaahnya, sekalipun keluarga setempat."
Mazhab Maliki tidak membolehkan nikah siri. Perkawinannya dapat dibatalkan, dan kedua pelakunya dapat dilakukan hukuman had
(dera rajam), jika telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan
diakuinya atau dengan kesaksian empat orang saksi. Mazhab Syafi’i dan
Hanafi juga tidak membolehkan nikah siri. Menurut Hambali, nikah yang
telah dilangsungkan menurut ketentuan syariat Islam adalah sah, meskipun
dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali dan para saksinya. Hanya saja
hukumnya makruh. Menurut suatu riwayat, Khalifah Umar bin al-Khattab
pernah mengancam pelaku nikah siri dengan hukuman had.
Nikah siri menurut terminologi fikih tersebut adalah tidak sah, sebab
selain bisa mengundang fitnah juga bertentangan dengan hadis nabi saw:
Adakanlah walimah sekalipun dengan hidangan seekor kambing.
Di kalangan ulama sendiri, nikah siri masih diperdebatkan, sehingga
susah untuk menetapkan bahwa nikah siri itu sah atau tidak. Hal ini
dikarenakan masih banyak ulama dan juga sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa nikah siri lebih baik dari perzinahan. Padahal kalau
dilihat dari berbagai kasus yang ada, nikah siri tampak lebih banyak
menimbulkan kemudharatan daripada manfaatnya.
Dari nikah siri yang mereka lakukan, tidak sedikit yang akhirnya bermasalah terutama bagi pihak wanita.
Ulama terkemuka yang membolehkan nikah dengan cara siri itu adalah Dr.
Yusuf Qardawi salah seorang pakar muslim kontemporer terkemuka di Islam.
Ia berpendapat bahwa nikah siri itu sah selama ada ijab kabul dan saksi.
Dadang Hawari, mengharamkan nikah siri, KH. Tochri Tohir berpendapat
lain. Ia menilai nikah siri sah dan halal, karena islam tidak pernah
mewajibkan sebuah nikah harus dicatatkan secara negara. Menurut Tohir,
nikah siri harus dilihat dari sisi positifnya, yaitu upaya untuk
menghindari Zina. Namun ia juga setuju dengan pernyataan Dadang Hawari
bahwa saat ini memang ada upaya penyalahgunaan nikah siri hanya demi
memuaskan hawa nafsu. Menurutnya, nikah siri semacam itu, tetap sah
secara agama, namun perkawinannya menjadi tidak berkah.
Menurut Prof. Wasit Aulawi seorang pakar hukum Islam Indonesia
menyatakan bahwa ajaran Islam, nikah tidak hanya merupakan hubungan
perdata, tetapi lebih dari itu nikah harus dilihat dari berbagai aspek.
Paling tidak menurutnya ada tiga aspek yang mendasari perkawinan, yaitu:
agama, hukum dan sosial, nikah yang disyariatkan Islam mengandung
ketiga aspek tersebut, sebab jika melihat dari satu aspek saja maka
pincang.
Quraish Shihab mengemukakan bahwa betapa pentingnya pencatatan nikah
yang ditetapkan melalui undang-undang di sisi lain nikahyang tidak
tercatat-selama ada dua orang saksi-tetap dinilai sah oleh hukum agama,
walaupun nikah tersebut dinilai sah, namun nikah dibawah tangan dapat
mengakibatkan dosa bagi pelakunya, karena melanggar ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Al-Qur’an memerintahkan setiap muslim untuk
taat pada ulul amri selama tidak bertentangan dengan hukum Allah.
Dalam hal pencatatan tersebut, ia bukan saja tidak bertentangan,tetapi
justru sangat sejalan dengan semangat al-Qur’an.
tahir-ali.com@ Kamar Pojok
Kepustakaan: dari berbagai sumber