October 21, 2013

Pembelajaran di Pondok Pesantren

Pembelajaran di Pondok Pesantren Pemmbelajaran merupakan suatu sistem yang menggunakan pendekatan dan teori teori tertentu, sehingga penelitian tentang pembelajaran dipesantren ini juga merupakan suatu hasil analisis yang dilakukan dengan proses dan proseduran tertentu. Pengertian sistem bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang satu dan lainnya saling berhubungan dan saling memperkuat. Jadi, sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengertian lainnya yang umum dipahami di kalangan awam adalah bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tersebut.[1] Bila kita mempergunakan istilah sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren, maka yang dimaksud adalah saran berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang berlangsung dalam pondok pesantren. Sedangkan bila kita mempergunakan istilah sistem pendekatan tentang metode pengajaran agama Islam di Indonesia, maka pengertiannya adalah cara pendekatan dan penyampaian ajaran agama Islam di Indonesia dalam ruang lingkup yang luas, tidak hanya terbatas pada pondok pesantren, tetapi mencakup lembaga-lembaga pendidikan formal, baik madrasah maupun sekolah umum dan nonformal, seperti pondok pesantren.[2] Kalangan pesantren tentu merasa bersyukur, bahkan berhak untuk bangga, karena meningkatnya perhatian masyarakat luas pada dunia pendidikan dan lembaga pesantren. Dari sebuah lembaga yang hampir-hampir tidak diakui eksistensi dan peran positifnya, menjadi sebuah lembaga yang hampir-hampir tak diakui eksistensi dan peran positifnya, menjadi sebuah bentuk pelembagaan sistem pendidikan yang berhak mendapatkan “label” asli Indonesia. Maka orang pun mulai membicarakan kemungkinan pesantren menjadi pola pendidikan nasional.[3] Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu : 1. Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan kyai. 2. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema non-kurikuler mereka. 3. Para santri tidak mengharap penghargaan kependidikan yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama adalah mencari keridlaan Allah Swt dan ilmu untuk diamalkan. 4. Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup. 5. Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[4] Selain hal itu penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren sekarang ini, paling tidak dapat digolongkan kepada tiga bentuk, yaitu : 1. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandungan dan sorogan), di mana seorang kyai mengajar santri-santri brdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan; sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. 2. Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut di atas, tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di sekitar penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong)[5] di mana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem weton, yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu. 3. Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok pesantren agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan ataupun wetonan, dengan para santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikan nonform serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing.[6] Pada lembaga pendidikan yang sedang kita pikirkan bersama saat ini, yaitu sistem pendekatan dengan metode pengajaran agama Islam di pondok pesantren, untuk memudahkan segala usaha dalam mencapai tujuan. Suatu tujuan yang hendak dicapai biasanya timbul dari pandangan hidup seseorang atau golongan atau masyarakat. Khusus dalam dunia pendidikan Indonesia, tujuan-tujuan pendidikan yang hendak dicapai dengan sistem atau metode didasarkan atas kategori-kategori; tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus.[7] Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mumpuni, yaitu di dalamnya didirikan sekolah baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu : 1. Mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern. 2. Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya. 3. Diversivikasi program dan kegiatan makin terbuka, dan ketergantungannyapun absolut dengan kyai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun ketrampilan yang diperlukan di lapangan kerja. 4. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.[8] Karena pondok pesantren merupakan salah satu sub sistem pendidikan di Indoensia, maka gerak dan usaha serta arah pengembangannya harusnya berada di dalam ruang lingkup tujuan pendidikan nasional itu. Tujuan yang bersifat operasional dan kurikuler pada pondok pesantren sampai kini belum dirumuskan. Oleh karena itu, tujuan institusional belum dirumuskan secara konkret dan sistematis. Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model sorogan dan model bandongan. Kedua model ini kyai aktif dan santri pasif. Untuk itu perlu adanya metode pembelajaran sebagaimana merupakan jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi jika dikaitkan dengan istilah mengajar, dimana mengajar berarti menyajikan atau menyampaikan, sedangkan metode mengajar sendiri adalah salah satu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran.[9] Sebagai lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan sorogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan “Bendungan”, sedangkan di Sumatra digunakan istilah Halaqoh.[10] Secara garis besar metode pengajaran yang dilaksanakan di pesantren, dapat dikelompokkan menjadi dua macam, di mana diantaranya masing-masing sistem mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu : 1. Metode Wetonan (Halaqoh) Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, tetapi dilaksanakan pada saat-saat tertentu.[11] Metode ini di dalamnya terdapat seorang kyai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak bacaan kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif.[12] Termasuk dalam kelompok sistem bendongan atau weton ini adalah halaqah, yaitu model pengajian yang umumnya dilakukan dengan cara mengitari gurunya. Para santri duduk melingkar untuk mempelajari atau mendiskusikan suatu masalah tertentu di bawah bimbingan seorang guru.[13] 1. Metode Sorogan Metode yang santrinya cukup pandai mensorogkan (mengajukan) sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca di hadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.[14] Model ini amat bagus untuk mempercepat sekaligus mengevaluasi penguasaan santri terhadap kandungan kitab yang dikaji. Akan tetapi metode ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan yang tinggi dari para santri. Model ini biasanya hanya diberikan kepada santri pemula yang memang masih membutuhkan bimbingan khusus secara intensif. Pada umumnya pesantren lebih banyak menggunakan model weton karena lebih cepat dan praktis untuk mengajar banyak santri.[15] Meskipun setiap pesantren mempunyai ciri-ciri dan penekanan tersendiri, hal itu tidaklah berarti bahwa lembaga-lembaga pesantren tersebut benar-benar berbeda satu sama lain, sebab antara yang satu dengan yang lain masih saling kait mengkait. Sistem yang digunakan pada suatu pesantren juga diterapkan di pesantren lain. Di samping metode-metode yang sudah penulis jelaskan tadi, ada juga metode-metode pembelajaran dalam pesantren, seperti; metode musyawaroh (bahtsul masa’il), Metode Pengajian Pasaran, Metode Hafalan (Muhafadzah), Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah, Metode Rihlah Ilmiah, Metode Riyadhah.[16] 1. Musyawaroh (Bahtsul Masa’il) Musyawaroh (Bahtsul Masa’il) merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh seorang Kyai atau ustadz, atau mungkin juga santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. 1. Metode Pengajian Pasaran Metode pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (Kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadlan selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang di kaji. 1. Metode Hafalan (Muhafadzah) Metode hafalan ini adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai. 1. Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan ustadz. 1. Metode Rihlah Ilmiah Metode Rihlah Ilmiah (studi tour) ialah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu. 1. Metode Riyadhah Metode Riyadhah ialah salah satu metode pembelajaran di pesantren yang menekankan pada olah batin untuk mencapai kesucian hati para santri dengan berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan Kyai. ________________________________________ [1]Ibid., hlm. 114. [2]Ibid. [3]Nurcholis Madjid, Op. Cit., hlm. 87. [4]Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Agama Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya), Trigenda Karya, Bandung, 1993, hlm. 299-300. [5]Pada dasarnya santri dibedakan menjadi dua, yaitu santri kalong; santri yang bertempat tinggal di sekitar pesantren, dan santri mukim; santri yang tinggal di dalam pondok pesantren. [6]Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Op.Cit, hlm. 46. [7]Djamaluddin, & Abdullah Aly, Op.Cit, hlm. 115. [8]Muhaimin & Abdul Mujib, Op.Cit, hlm. 301. [9]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2001, hlm. 107. [10]Tim Depag. RI, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Dirjen Binbaga, Jakarta, 1983, hlm. 8. [11]Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Op.Cit., hlm. 52. [12]Muhaimin & Abdul Mujib, Op.Cit., hlm. 300. [13]Wahjoetomo, Op.Cit., hlm. 83. [14]Muhaimin & Abdul Mujib, Loc. Cit. [15]Wahjoetomo, Op.Cit., hlm. 84. [16] Departemen Agama Republik Indonesia, Pola Pembelajaran di Pesantren, DEPAG RI, 2001, hal. 92-113.